
Bila Anda salah satunya, betulkah Anda patut khawatir? Jawabnya, tidak perlu. Menurut para ahli, wanita bagaimanapun bisa menyegarkan dan memperbaiki kehidupan seksualnya, dimana tidak ada satu pihak yang merasa kecewa. Amda masih punya banyak waktu dan cara melakukan kegiatan seks yang lebih berkualitas. Supaya berhasil, Anda dianjurkan tidak menjadikan orgasme sebagai satu-satunya tujuan. Orgasme bukan segalanya, keintiman Anda berdualah yang lebih penting. Pada studinya di tahun 60-an, Masters dan Johnson mengungkapkan respon psikologis wanita terhadap aktivitas seksual. Menurut mereka, saat "tergugah", pernafasan, tekanan darah, dan detak jantung seseorang akan meningkat. Aliran darah mengalir ke vagina dan alat vital. Rahim akan mengembang begitu bagian atas vagina terbuka. Pada saat orgasme, sepertiga bagian luar vagina, rahim dan daerah lain di bagian panggul secara refleks berkontraksi. Para ahli juga mengungkapkan jejak lain. Contohnya, klitoris, organ mungil di bagian depat alat vital ternyata cukup berperan saat wanita bergairah. Vagina, sebagian wanita juga memiliki daerah sangat sensitif yang disebut G-Spot. Merangsang daerah itu bisa menghasilkan kenikmatan yang besar, bahkan orgasme. Kalau kebetulan tidak mengalami satupun dari tanda-tanda orgasme itu, berarti Anda tak bisa mencapainya. Rangsangan pada tengkuk, misalnya, memberi sensasi menyenangkan bagi sebagian wanita. Ada pula wanita yang dapat mencapai klimaks melalui rangsangan pada bagian tubuh lain. Karena itu, Anda tak perlu khawatir karena ternyata ada banyak kemungkinan. Survei menunjukkan ada wanita yang bisa mengalami orgasme melalui sentuhan semacam itu, meski jumlahnya tidak banyak. Banyak faktor yang dapat menghambat kemampuan wanita mencapai orgasme. Yang pasti, ukuran klitoris, pembukaan vagina, serta bentuk anatomis lainnya tidak berhubungan dengan tingkatan orgasme. Demikian menurut psikologi sosial dari Syracuse University, Clive M Davis. Tapi diketahui, leher rahim biasanya sangat sensitif dan cukup berperan dalam kenikmatan seksual. Sehingga wanita yang pernah mengalami pengangkatan rahim biasanya kehilangan kepekaan di bagian itu. Salah satu faktor yang diketahui menghalangi orgasme adalah adanya penyakit atau penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat antidepresi, antihipertensi, dan obat perangsang. Begitupun dengan gangguan hormon. Bila seorang wanita sehat dan bebas dari kondisi medis tertentu, masalahnya bisa jadi terletak pada faktor psikologis. Kemarahan, kelelahan, stress atau depresi biasanya merupakan gejala psikologis yang bisa menghalangi orgasme. Dan tak kalah penting adalah trauma tertentu seperti perkosaan atau kekerasan seksual, biasanya meninggalkan bekas yang mempersulit orgasme seorang perempuan. Pandangan sosial dan mitos-mitos dalam masyarakat juga bisa menimbulkan kekhawatiran. Misalnya, ada anggapan bahwa wanita harus bisa memuaskan pasangannya, sementara mereka sendiri tidak berhak menerimanya. Pesan negatif itu biasanya terus menyertainya dan menimbulkan pertentangan batin ketika wanita beranjak dewasa.
Akibatnya, banyak wanita ragu mengatakan pada pasangannya bahwa mereka menikmati rangsangan yang dilakukan pasangan. Karena seorang wanita malu tak mengalami orgasme seperti wanita lain, khawatir akan melukai perasaan pasangan bila mengatakan hubungan intim kurang memuaskan. Banyak pula wanita yang sudah terangsang tapi sulit mengekspresikannya dengan bebas. Biasanya hal seperti itu terjadi karena mereka merasa malu terlihat terlalu "bernafsu" saat mengalami orgasme. Padahal, satu-satunya hal yang harus dilakukan pada saat itu adalah "pasrah", membiarkan tubuh menikmati yang terjadi, bukannya menolak.(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment