Selamat Hari Dokter Nasional
Profesi apa yang anda cita-citakan saat masih kanak2? Jadi presiden, Pilot, atau Dokter? Nampaknya 3 besar profesi ini cukup mendominasi kalangan anak2 jaman dulu. Apakah profesi ini cukup menjanjikan untuk kehidupan masa depan? Untuk kalangan anak2 yang sudah mengerti profesi ini, jawabannya pasti ya. Atau jangan2 ada alasan lain kenapa kita tidak memilih profesi ini, semisal tidak tahu jenis profesi yang harus dicita-citakan oleh kita waktu itu. Bisa juga karena kurangnya pengenalan jenis profesi kepada kita pada jaman dulu, sehingga yang paling nyata bisa dipilih hanya 3 profesi ini.
Ketika guru saya bertanya pada saya, ketiga profesi ini tidak saya pilih. Ada alasan tertentu dalam pemikiran polos saya waktu itu. Jadi presiden saya harus besar di Militer, Jadi Pilot saya harus tidur tanpa bantal agar punggung saya rata. Inipun brain wash nya dari temen sekelas. Menjadi dokter saya harus akrab dengan jarum suntik, sebuah benda yang paling saya benci sampai sekarang.
Ya…saya benci jarum suntik, separah apapun jika saya sakit, saya lebih memilih obat yang sangat pahit.Sepahit apapun obatnya pasti saya telen. Anda tahu betapa sakitnya tertusuk jarum bukan? Begini kisahnya.
A long time ago…saat saya sakit demam, tanpa sepengetahuan saya Nyokap dan Bokap memanggil mantri kesehatan yang juga sahabat bokap. Lagi tenang2 di tempat tidur, bokap nyamperin, katanya saya harus disuntik. Mendengar kata suntiknya saja, yang terbayang sebuah jarum tajem menusuk dibagian pantat (maaf). Dan oooooooo pasti sakit. Tak ada rayuan apapun supaya saya mau disuntik. Saya tolak sambil merengek, bilang nggak mau. tapi tetep kedua orang tua saya ini maksa habis. Hentakan kaki entah arahnya kemana waktu itu, ada yang ketendang apa nggak, saya lupa. Ada yang tak bisa lupa, yaitu tangan simantri kesehatan yang sedang asyik memyedot cairan dari toples sebesar kelingking dengan alat suntiknya. Oooooo tidaaaaaaaak. Akhirnya saya berniat lari dari kamar, usaha ini sia-sia karena pintu kamar dikunci bokap, dan semua pelaku sudah berada dikamar semuanya. Saya nangis, berteriak, secepat kilat bokap memeluk saya dan merebahkan saya ditempat tidur. Kedua tangan saya dipegang nyokap, kaki yang meronta di pegang kuat2 oleh bokap, dan si manteri melorotkan seperempat bagian celana dalam saya, dan AAAAAArrrrrrrrrrrggggggg teriakan saya memuncak saat jarum itu menembus daging di pantat saya. Tak seorangpun dapat membebaskan saya dari drama penyuntikan sore itu. Kakak saya malah terbahak-bahak dibalik pintu.
25 years latter…
Saya coba hubungi mantri kesehatan ini, nomornya saya dapet dari bokap. Kenapa saya menghubungi beliau malam ini? Anda mungkin mengira saya akan marah. Bukan temen2, saya hanya ingin menyampaikan selamat hari dokter Indonesia kepada beliau, karena kabar dari bokap dia sudah lama jadi dokter. Dokter kesehatan masyarakat yang di tugaskan di puskesmas, tugas beliau ini lebih banyak mengurus orang miskin (realita loh). Orang kaya, ada gitu yang mau berobat di puskesmas?
Diusianya yang kini sudah 51 tahun, dia tidak lupa peristiwa penyuntikan secara paksa kepada saya beberapa tahun silam. Ya…meskipun saya tersiksa waktu itu…tapi atas usaha sang dokter yang dulunya mantri kesehatan ini, akhirnya menyembuhkan saya juga. Tadi malam saya menyampaikan selamat hari dokter kepada beliau. Dengan sedikit berkelakar, maklum dokter ini senang guyon orang nya. Saya bilang, “Om koq jadi dokter kesehatan masyarakat om, kenapa nggak jadi dokter hewan atau dokter gigi om”?
Jawabnya cukup simple. Begini katanya “Dek tahu istri saya dapat dari mana?” “Waktu Om tugas di rumah sakit santo baromeous Om, Kenapa gitu Om”? Jawab saya sambil balik tanya.
“Nah, Kalo jadi dokter hewan. saya nggak mungkin menikah dengan pasien saya…?” Belum selesai saya melepas tawa dia melanjutkan, “Tahu? Kenapa Om tidak menjadi Dokter Gigi karena dokter gigi paling susah punya anak?” Kenapa gitu Om…lagi lagi saya bingung. “Karena goyang sedikit cabut goyang sedikit cabut?”
Asli saya terbahak mendengar guyonannya, ya meskipun diakhiri dengan sad ending. Karena ia menawarkan kembali untuk memilihkan jarum suntik yang ia punya. “pilihin jarum suntik dari emas 24 karat aja om” Terdengar dia kebingungan, “jadi kalopun tidak dicabut, Anggap aja itu susuk”. Malam ini bener2 membuat saya tertawa lepas.
Kalo saya tanya lagi sama temen2, ada yang punya kenangan istimewa dari pengalaman dan pengamatan temen2 kepada dokter disekitar tempat tinggal temen2 gak?
Apakah temen2 sudah cukup mengenal profesi mereka? Punya dokter pribadi mungkin? Kalau saya menilai, mereka adalah profesi yang paling cepat membuat mereka cepat kaya. Saya belum menemukan dokter yang memiliki penghasilan minim. Ya…meskipun dibalik profesinya mereka tetep memiliki suka dukanya. Sukanya ya…melihat pasien sembuh, dukanya ketika ia melihat pasien yang ia tolong tidak kunjung sembuh mungkin itu. Maklum saya hanya dokter udara. Hik hik.
Kalau kita lihat jaman sekarang sepertinya keluarga pasien lebih wise untuk menunggu jam praktek dokter. Meskipun penyakit si pasien sudah parah, dokternya belum buka prakatek. ya…tetep sabar nunggu plus antrian pula.
Mudah2an dokter2 generasi baru, ada yang tertantang untuk lebih wise dan care pada pasien, artinya Tidak hanya bisnis obat. Apapalgi saat menemukan banyak pasien orang2 yang tidak bergelimangan harta. Mudah2an generasi dokter ini tidak menganggap setiap pasien adalah UANG.
SELAMAT HARI DOKTER NASIONAL 24 Oktober
Postingan kali ini saya lengkapi dengan beberapa kisah inspiratif dokter dan pasien semoga bermanfaat!!
1. Dokter Wise
Suatu ketika ada seorang dokter yang mendirikan klinik gratis untuk mereka yang tidak mampu. Suatu hari, ada orang menghambur ke dalam klinik itu dengan membawa berita bahwa putra bungsu dan kesayangan sang dokter baru saja meninggal. Meski sangat perih hatinya, sang dokter berpikir sejenak, dan setelah tenang kembali ia memutuskan untuk terus melayani pasiennya.
Orang-orang yang kemudian mengetahui kejadian ini, agak kaget dengan sikapnya yang tidak begitu peduli itu. Ketika ditanya, ia menjawab, “Putraku telah mati, aku tidak dapat berbuat apa-apa soal itu. Tapi orang-orang ini yang bahkan tidak mampu untuk membayar, memerlukan pertolonganku. Aku tahu aku bisa berbuat sesuatu untuk mereka. Tidakkah lebih baik jika aku mengatasi rasa sedihku dan tetap membantu mereka yang berada dalam kesusahan ini?”
Satu lagi dari milis nih:
Inilah kisah tentang seorang gadis kecil cantik yang memiliki sepasang bola mata indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah ” /Aku pernah datang dan aku sangat patuh”/. Anak ini rela melepaskan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi maut. Dia rela melepaskan pengobatannya.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya yang berumur 30 tahun itu tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidup. Karena dia masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi perempuan yang bersedia dilamarnya. Pada tanggal 30 November 1996, atau tgl 20 bulan 10 Imlek, adalah saat di mana papanya menemukan anak kecil tersebut di atas hamparan rumput. Di sanalah seorang bayi kecil itu ditemukan dalam kondisi sedang kedinginan. Pada saat diketemukan, di dada anak kecil ini terdapat selembar kartu kecil tertulis, /20 November jam 12/.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara yang sudah mulai melemah, pemuda itu berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati pemuda yang menjadi papanya itu memeluk bayi tersebut. Dengan helaan nafas yang dalam, dia berkata, “Apa pun yang saya makan, itu juga yang akan kamu makan!” Lalu, papanya memberikan dia nama *Yu Yuan*
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang harus membesarkan seorang anak. Tidak ada ASI dan juga tidak mampu membeli susu bubuk. Ia hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air /tajin/ (air dari bubur beras). Maka sejak kecil, anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan patuh. Musim silih berganti, *Yu Yuan* pun tumbuh dan bertambah besar. Ia memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar. Walaupun dari kecil sering sakit-sakitan, namun mereka sangat menyukai Yu Yuan. Di tengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang anak luar biasa,. Mulai umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah seperti: mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.
Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan menanyakan soal-soal yang sulit untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, dia bisa hidup bahagia dengan papa. Kondisi seperti itu sudah membuatnya sangat berbahagia.
Sejak bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi, saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara, dia tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan darah dan tidak bisa berhenti. Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya agar membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan membuat lantai menjadi merah. Karena papanya merasa tidak enak, maka ia mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom kecil itu sudah penuh berisi darah dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukemia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal dan memerlukan biaya sebesar $ 300.000. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang.
Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman, ternyata uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya. Tapi karena rumah itu terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus, dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya. Air mata pun mengalir di kala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Dengan pandangan kaget ia melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun, mengapa mau mati?”
“Saya adalah anak pungut. Semua orang berkata nyawa saya tak berharga. Tidak cocok dengan penyakit ini. Biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu mengajukan dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto.
Yu Yuan berkata kepada papanya, “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya, lihatlah foto ini”. Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba, ia tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin dan berjuang untuk tersenyum. Bagaimana pun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya ia pun tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan. Ia menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak berumur 8 tahun yang mengatur pemakamannya sendiri. Kisah itu akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang yang tergugah oleh kisah seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi
anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang /Chinese /di dunia saja telah mengumpulkan 560.000 dollar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter ahli sudah bersedia mengobati Yu Yuan.
Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di e-mail bahkan menulis: “/Yu Yuan anakku yang tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan segera dapat keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya.
Dokter yang menangani dia, Shii Min mengatakan, dalam proses terapi akanmuncul rasa mual yang sangat hebat. Pada awal terapi, Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak. Bahkan dia tidak meneteskan air mata. Yu Yuan sejak lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung. Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan /Shii Mama/. Pertama kali mendengar suara itu, Shii Min kaget. Kemudian dengan tersenyum ia menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen agar Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak warga masyarakat datang menjenguk Yu Yuan. Banyak juga orang yang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan mengalami terapi dan telah berjuang menerobos Sembilan pintu maut. Pernah ia mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang pun menunggu kabar baik tentang kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangat menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia lain.
Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut, fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawati Fu Yuan, “Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?” Wartawati tersebut menjawab, “karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata, “Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawati itu pun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada Fu Yuan. “Tante, ini adalah surat wasiat saya.”
Fu Yuan kaget sekali. Ia lalu membuka dan melihat surat tersebut. Ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pemakamannya sendiri. Seorang bocah berumur delapan tahun yang sedang menghadapi kematian, dan di atas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat. Surat itu dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, “/Tante Fu Yuan…”/, dan diakhiri dengan – “/Selamat Tinggal Tante Fu Yuan”./
Dalam satu artikel itu, nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Di belakang ada enam belas sebutan “Tante”, dan berikut ini adalah kata-kata sebelum Yu Yuan meninggal. Dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memerhatikannya lewat surat kabar.
/”Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Katakan hal ini juga pada pemimpin palang merah, setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”./
Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.
/Aku pernah datang dan aku sangat patuh. D/emikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Pada awalnya, ia berusaha mencuri makan. Yu Yuan mengambil mie instan dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat. Mereka memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan penderitaannya, tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini. Mereka melihat malaikat kecil, cantik dan suci bagaikan air, sungguh telah pergi ke alam lain. Di kecamatan She Chuan, sebuah email penuh dengan tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak orang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan. “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil di atas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah…” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangismengantar kepergian Yu Yuan. Di antara mereka ada juga papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.
Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 Nov 1996 – 22 Agustus 2005). Dan di belakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah : /Di saat kau masih hidup kau telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan kehadiranmu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh orang anak kecil ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil dioperasi. Senyuman yang mengembang pun terlukis di raut wajah anak tersebut. “Saya telah
menerima bantuan dari kehidupanmu, terima kasih adik Yu Yuan. Kamu pasti sedang melihat kami dari atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata ‘Aku pernah datang dan aku sangat patuh’”.
/Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang gadis kecil yang berjuang untuk mmpertahankan hidup, akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan, ketulusan serta baktinya kepada orang tua, akhirnya ia mendapatkan respon yang luar biasa dari seluruh dunia. Walaupun hidup serba kekurangan, dia bisa memberikan kasihnya kepada sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukannya: berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.
Source : inspirasipakde.wordpress.com